Tiga Generasi, Tiga Cerita Haji: Dari Baby Boomers Hingga Gen Z, Ini Bedanya!
Disarikan Dari Tulisan: Dr. H. Thobib Al-Asyhar, M.Si yang berjudul Sudut Pandang Generasi terhadap Ibadah Haji, Senin, 9 Juni 2025, Kemenag.go.id, Editor: Adam NW
MAKKAH, KABARUMAT.COM – Ibadah haji tak hanya menjadi kewajiban spiritual, tetapi juga mencerminkan perjalanan batin yang unik di setiap generasi. Dari Baby Boomers yang menjadikan haji sebagai puncak religiusitas hingga Gen Z yang memaknainya lewat narasi digital, setiap kelompok usia punya cara dan alasan tersendiri dalam menapaki jejak Nabi Ibrahim.
Ibadah haji, sebagai rukun Islam kelima, terus menjadi magnet spiritual lintas zaman. Namun, di balik keseragaman ritualnya, terdapat perbedaan mencolok dalam motivasi, cara menjalani, dan cara merefleksikannya, tergantung pada generasi. Mulai dari Baby Boomers, Milenial, hingga Generasi Z, masing-masing membawa kisah, makna, dan pendekatan yang berbeda terhadap ibadah ini.
Motivasi yang Membentuk Niat:
Generasi Baby Boomers, yang lahir antara 1946 hingga 1964, umumnya menempatkan ibadah haji sebagai klimaks dari perjalanan hidup religius. Haji menjadi lambang status sosial sekaligus bukti kedekatan dengan Sang Pencipta. Di berbagai komunitas, gelar “Pak Haji” atau “Bu Hajjah” menjadi simbol kehormatan dan kebanggaan.
Banyak dari mereka baru mampu berhaji setelah mapan secara finansial dan matang usia. Seperti kisah inspiratif Saiman Muslih, jemaah asal Banyuwangi dari Embarkasi Surabaya. Pria 76 tahun ini menabung selama 15 tahun dari hasil panen padi. Meski berjuang menghadapi hama dan gagal panen, tekadnya tak luntur. “Saya mulai menabung sejak 2010, niat berhaji sudah sejak tahun 2000,” ungkapnya. Sayangnya, istrinya yang awalnya mendaftar bersama, wafat tiga tahun sebelum keberangkatan.
Berbeda dengan itu, generasi Milenial (Gen Y) memiliki motivasi yang lebih beragam. Selain alasan spiritual, banyak pula yang menjadikan haji sebagai bentuk pencapaian pribadi, aktualisasi diri, atau ekspresi eksistensi sosial. Dengan kemudahan teknologi finansial dan informasi digital, generasi ini mengakses haji secara lebih fleksibel dan modern.
Erwin Yusuf, jemaah asal Gorontalo berusia 44 tahun, menyebut thawaf pertamanya sebagai pengalaman spiritual luar biasa. “Melihat Ka’bah langsung, rasanya seperti sampai di titik akhir pencarian batin,” tuturnya haru. Ia termasuk milenial yang menyisihkan penghasilan sejak muda dan memanfaatkan layanan keuangan syariah untuk berangkat haji.
Generasi Z, yang lahir setelah tahun 1997, hadir dengan semangat yang berbeda lagi. Mereka memandang haji sebagai perjalanan spiritual yang harus bermakna secara personal dan sosial. Nilai historis, pesan kesetaraan, dan kisah kemanusiaan menjadi pusat perhatian.
Salah satu contohnya adalah Alfareza Firdaus (25), jemaah asal Bondowoso. Ia mengaku termotivasi berhaji berkat konten-konten di media sosial. “Dari TikTok dan YouTube, saya banyak belajar soal makna haji yang tidak hanya ritual, tapi juga tentang nilai-nilai hidup,” ujarnya.
Gaya Menjalani Ibadah:
Dalam menjalani ibadah, Baby Boomers dikenal patuh pada pembimbing dan mengikuti tata cara haji dengan khidmat. Mereka tidak banyak bertanya dan lebih pasrah, melihat haji sebagai ujian ketabahan dan kepasrahan kepada Allah. Ini terlihat dari sikap jemaah seperti Husni Pagalung dari Enrekang, Sulsel, yang menyebut haji sebagai warisan spiritual Nabi Ibrahim.
Sebaliknya, Milenial lebih suka pendekatan yang efisien, praktis, dan terorganisir. Mereka menyukai kemandirian namun tetap mematuhi aturan. Tak jarang, ibadah pun terdokumentasi dengan apik melalui kamera ponsel, dibagikan di media sosial sebagai bentuk refleksi spiritual dan catatan perjalanan hidup.
Gen Z lebih jauh lagi: mereka menekankan pada visual, digitalisasi, dan narasi personal. Menggunakan ponsel, AI, dan platform media sosial seperti TikTok dan Instagram, mereka membagikan perjalanan haji dalam bentuk vlog, konten inspiratif, hingga refleksi emosional. Tak hanya ritual, mereka juga mengangkat nilai solidaritas lintas bangsa dan isu-isu sosial lainnya.
Refleksi yang Mengakar dari Pengalaman:
Bagi Baby Boomers, haji adalah bekal menuju akhirat. Jarang mereka membagikan kisah perjalanan secara terbuka, kecuali di forum keagamaan atau komunitas terbatas. Spirit haji dianggap sebagai momen sakral yang harus disimpan dalam-dalam.
Di sisi lain, Milenial melihat haji sebagai momen “reset hidup.” Mereka berbicara soal perubahan diri, evaluasi kebiasaan buruk, hingga memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Erwin Yusuf, misalnya, mengaku ingin memperbaiki shalatnya dan berkomitmen menjadi pribadi yang lebih sabar.
Sementara Gen Z memaknai haji sebagai perjalanan jiwa yang jujur, reflektif, dan kontekstual. Mereka lebih terbuka soal perjuangan fisik, tantangan mental, bahkan kritik terhadap sistem layanan. Semuanya dibagikan secara publik di media sosial, menciptakan ekosistem spiritual yang inklusif dan real-time.
Perbedaan cara memaknai dan menjalani haji oleh tiga generasi ini menunjukkan bahwa ibadah suci ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga cerminan zaman dan perkembangan budaya spiritual umat Islam. Dari keteguhan Baby Boomers, refleksi Milenial, hingga kejujuran digital Gen Z, ibadah haji terus menjadi cermin perjalanan manusia menuju Ilahi dengan ragam kisah yang menginspirasi.
Editor: Adam NW